Dolanan (Cerpen)
***
Beberapa hari yang lalu seperti rutinitas biasanya, setelah melaksanakan solat ashar berjamaah anak-anak usia sekolah dasar itu dengan cepat-cepat merapikan tasnya masing-masing dan segera mencium tangan guru ngaji mereka. Begitu pun dengan Arya dan keempat teman baiknya, Budiman, Jaka, Septian, dan Didit, mereka berlarian meninggalkan sang ustadz yang masih sibuk menyalami muridnya satu-satu.
Begitulah tingkah laku anak-anak madrasah diniyah setelah waktu belajar usai. Ingin cepat-cepat meninggalkan madrasah seperti ada hal lain yang lebih menarik dan sedang menunggu mereka diluar sana. Waktu sore hari memang menjadi saat favorit bagi anak-anak untuk bermain setelah dari pagi di sekolah dasar dan siang ke sekolah agama. Seperti yang sedang direncanakan Arya dan keempat teman baiknya. Diperjalanan menuju rumah mereka merencanakan untuk bermain di lapang. Sore itu mereka merencanakan untuk bermain kelereng. Namun sebelum belokan ke rumahnya, Septian mengatakan jika ia tidak akan ikut main bersama teman-temannya.
“kenapa gak ikut?” tanya didit yang sedari di madrasah tadi suudah gelisah ingin cepat-cepat main.
“aku mau ke rumah mas opik” jawab Septian singkat.
Sebelum ada pertanyaan lain dari teman-temannya, Septian sudah berlalu dan masuk ke rumahnya. Terpaksa sore itu mereka bermain kelereng tanpa Septian.
Beberapa hari selanjutnya juga begitu, Septian selalu melewatkan main sore bersama arya dan teman-temannya. Dan sekarang malah absen di sekolah madrasah. Seperti biasa di perjalanan pulang dari madrasah, Arya dan teman-temannya membicarakan permainan apa yang akan mereka mainkan di lapangan. Arya memberi usul untuk mai panggal, ia sudah tidak sabar untuk menunjukan mainan barunya itu dan bermain bersama teman-temannya.
***
Setelah meletakkan tasnya di kamar, Arya segera menuju halaman belakang rumah untuk menemui bapaknya.
“panggalku mana pak?”sapa arya pada bapaknya.
“ya..ya, mbok ya salam dulu. Ngagetin bapak saja”
“eh iya maaf pak, habis sudah gak sabar mau main. Panggalnya sudah jadi belum?”
“ini sudah bapak buatkan” kata bapaknya sembari menunjukan mainan buatannya.
“kenceng gak muternya, pak?”
“coba saja dulu”
Kemudian Arya mencoba panggal baru buatan bapaknya. Ia memasang talinya dengan menggulungnya dibagian bawah benda itu yang lebih runcing. Lalu melesatkannya ke tanah, dan berputarlah mainan berbentuk oval itu. Arya terlihat puas dengan mainan barunya.
“wah apik ini pak. Aku mau main di lapang ya!”
“iya tapi jangan kesorean”
“iya...”
Setengah berlari Arya meninggalkan bapaknya dan menuju ke lapang kampung.
***
Sampai di lapang, Arya tidak menemukan teman-temannya. Setelah menunggu beberapa saat, muncul anak laki-laki kurus, dengan warna kulit coklat dan rambut rancung, jaka datang tapi tanpa Budiman dan Didit.
“kemana yang lain?”tanya Arya.
“tadi aku ajak Budiman dan Didit tapi mereka ga ikut. Katanya mau main di rumah ang opik”
“mereka main apa sih disana?”
Jaka hanya mengangkat bahunya. Dan terpaksa mereka hanya main adu panggal berdua.
Setelah beberapa saat jaka mulai bosan dan menghentikan permainan adu panggalny.
“aku mau pulang saja”
“nanti saja pulangnya jak, kan baru main” cegah Arya.
“gak rame kalo Cuma main berdua” kemudian jaka ngeloyor pulang.
***
Sebelumnya Arya begitu gembira akan bermain adu panggal bersama teman-temannya. Namun ia hanya mendapati mainan kayu budar itu hanya berputar sendiri, semakin lemah dan tergoleh di tanah. Tidak ada suara kayu yang saling beradu atau suara anak-anak yang bersorak-sorak menjadi suporter adu panggal. Tidak ada tawa renyah anak-anak yang menghangatkan lapang kampung di senja itu.
Setelah menyadari bahwa hari sudah semakin sore, Arya beranjak pulang. Ditengah jalan ia berfikir untuk lewat ke rumah mas opik, ia penasaran dengan teman-temannya. Arya menghentikan langkahnya persis didepan rumah mas opik yang hanya beberapa meter jaraknya dari rumahnya. Lalu sekilas ia melihat ke arah tembok, disitu ada kertas dengan tulisan “Rental PS”. Sepengetahuannya kertar itu sudah menempel disitu beberap hari yang lalu, tapi ia tak begitu mempedulikannya. Kemudian ia menoleh ke arah pintu. Di depannya banyak sandal-sandal yang seukuran dengan punyanya, kemudian ia melongok ke dalam dan ternyata ia mendapati teman-temannya disitu. Ada Septian, Budiman dan Didit. Ia memperhatikan apa yang sedang mereka mainkan. Ia memperhatikan Didit yang dengan semangat memencet-mencet benda ditangannya sembari fokus memperhatikan layar tv di hadapannya. Begitu juga dengan teman-temannya, sesekali mereka berteriak “yaa...!”huh!”atau ekspresi jengkel yang beradu denga suara bising dari layar tv, kadang suara “dorrr..dorr..dorr!”atau suara “dugg..dugg...” seperti suara orang memukul sesuatu. Seperti ada obsesi dalam wajah-wajah belia itu, seluruh perhatian mereka terampas oleh mainan baru itu sampai-sampai mereka tak menyadari kedatangan Arya.
Sayup-sayup terdengar suara perempua memanggil arya.
“ya ...ya.. Arya, sedang apa disitu? Ayo pulang, sudah mau magrib, sandekala* lho...”
Arya pun menoleh ke arah perempuan yang sedang menenteng belanjaan dari warung lalu berlari ke arahnya. “iya buk..”
***
Panggal: mainan tradisional yang terbuat dari kayu, biasaya terbuat dari batang pohon yang keras. Bentuknya bervariasi, biasanya bulat dan diberi pasak untuk menggulung tali yang terbuat dari kain. Nama lain dari gangsing.
Sandekala: pergantian waktu dari siang menuju malam (waktu sebelum-magrib). Konon diwaktu pergantian ini kita tidak boleh berada diluar rumah krna para mahluk halus sedang berkeliaran.
Comments
Post a Comment