OOTD Dan Perubahan Iklim
Rantai Produksi Industri fesyen
Perkembangan
teknologi digital semakin hari semakin pesat ya! Internet telah
menghilangkan sekat jarak dan waktu antar benua. Platform media
sosial bermunculan dan bisa menghubungkan pengguna di seluruh dunia.
Selain penggunanya semakin meluas juga banyak fitur-fitur yang bisa
dipakai pengguna untuk membuat postingan seperti foto dan video jadi
semakin menarik. Dan belakangan muncul tagar OOTD atau outfit of
the day di aplikasi berbagi foto
dan video, pengguna
medsos mengunggah setelan yang di kenakannya pada hari itu, from
head to toe. Kalau sekali-kali
sih wajar aja ya mengunggah OOTD, biasanya kalau pas hangout
atau saat menghadiri acara
tertentu ingin mengunggah foto saat kita dalam setelan yang agak
berbeda. Tapi gimana ya kalau ada yang keranjingan dengan OOTD dengan mengenakan setelan yang berbeda. Bisa banyangkan
banyaknya koleksi pakaian dalam lemarinya. Apalagi
jika kita ingin selalu tampil dengan tren busana kekinian, kayaknya
gak akan ada habisnya yaa! Karena
seperti industri kreatif lainnya, tren baru akan selalu bermunculan.
Hhmmm, seperti
lari maraton yang gak ada garis finish-nya....
Tapi
pernah gak terfikir jika OOTD yang kita kenakan, sebelumnya sampai ke
tangan kita sudah melalui serangkaian proses panjang yang
mempengaruhi kondisi iklim global sekarang?
Rantai
produksi dalam
industri fesyen yang
panjang dengan nilai
multitrilliun dollar itu
dianggap telah berkontribusi
pada perubahan iklim global.
Industri tekstil pada tahun 2015 telah mengeluarkan setara 1,2
miliyar karboan dioksida (kompas.com). Jumlah tersebut hampir setara
dengan emisi yang di hasilkan 300 pembangkit listrik batu bara dalam
setahun. Angka ini pun akan terus
meningkat. Terutama dengan
konsep bisnis “fast fashion” yang
dipakai
dalam industri ini, dengan ciri pergantian tren
mode yang cepat dan biaya
produksi murah. dengan harga barang yang lebih murah, orang cenderung akan belanja lebih banyak. kelas menengah menjadi konsumen utama bisnis "fast fashion". Produksi
pakaian “fast fashion”
dalam jumlah besar di sebut
sebagai “kondisi darurat lingkungan dan sosial”. Apalagi dengan
semakin banyaknya kelas
menengah di negara-negara berkembang, karena mereka akan sangat
mungkin membeli lebih banyak pakaian.
Setiap harinya
berton-ton limbah
pakaian seperti baju, tas,
alas kaki dan
aksesoris lainnya diangkut
oleh truk-truk sampah ke
tempat bembuangan akhir. Bukan hanya itu, hasil cuci pakaian juga
mencemari lautan dengn mikrofiber setara denga puluhan juta botol
plastik setiap tahunnya.
Kesepakatan Melawan Perubahan Iklim.
Diperkirakan
jumlah penduduk bumi akan semakin meningkat, produktifitas industri
akan juga akan
semakin meningkat. Dan dampaknya bagi lingkungan juga akan semakin
besar. Tapi ada angin segar dari rumah-rumah mode besar dunia, pada
bulan Desember 2018, beberapa
merk besar di industri fesyen
dunia ikut serta dalam konferensi perubahan iklim yang diinisiasi oleh
PBB, COP24, di Katowice, Polandia. Tidak
hanya produsen fesyen, konferensi itu juga diikuti oleh beberapa
perusahan logistik besar yang juga menjadi
bagian dalam rantai panjang
di Industri ini. Beberapa rumah mode besar di dunia itu
menandatangi piagam kesepakatan melawan perubahan iklim. Semua
perusahaan mode yang terlibat dalam kesepakatan ini berkomitmen untuk
mengurangi emisi sebanyak 30 % mulai
tahun 2025 dengan bimbingan dari PBB. Selain
itu dalam pendistribusian
barang, mereka juga
bersepakat untuk memprioritaskan pemasok transportasi yang
menggunakan bahan
bakar ramah
lingkungan.
Lalu
bagaimana dengan di Indonesia?
Industri fesyen telah memberi kontribusi yang besar pada pertumbuhan
industri kreatif di Indonesia. sepertinya tren busana muslim yang sedang berkembang di Indonesia adalah salah satu yang mendorong pertumbuhan ini. Sayangnya pertumbuhan ini menyisakan PR bagi keberlangsungan lingkungan hidup, seperti pengolahan limbah pabrik tekstil yang masih buruk, dll.
Semoga
komitmen baik yang dimulai oleh rumah-rumah mode besar itu juga akan
diikuti oleh produsen-produsen lainnya seperti
di Indonesia.
Comments
Post a Comment